Susu Formula untuk Bayi Baru Lahir

Susu Formula untuk Bayi Baru Lahir

Pemberian susu formula untuk bayi baru lahir harus ekstra hati-hati dan disarankan berkonsultasi dengan dokter. Sebab pemberian susu formula untuk bayi baru lahir pada dasarnya tidak bisa menggantikan ASI, kecuali dalam kondisi tertentu. Para peneliti telah mempelajari dan membuktikan keunggulan ASI sebagai nutrisi bayi sehingga Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) merekomendasikan pemberian ASI eksklusif untuk bayi hingga bayi berumur 6 bulan. Setelah umur bayi lebih dari 6 bulan, pemberian ASI dilanjutkan bersama makanan pendamping ASI hingga bayi berumur 2 tahun atau lebih.

Menurut Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007, pemberian ASI untuk bayi di Indonesia baru mencapai 32%. Kenyataannya bayi yang dilahirkan di fasilitas kesehatan cenderung diberi susu formula. Di sisi lain, sebenarnya pemerintah Indonesia berkomitmen dalam pemberian ASI eksklusif dan berkomitmen dalam menurunkan angka kematian bayi dengan mengeluarkan UU Kesehatan No. 36 thn 2009 pada pasal 128 yang berisi tentang hak bayi untuk mendapat ASI eksklusif kecuali atas indikasi medis dan ancaman hukuman pidana bagi yang tidak mendukungnya, termasuk diantaranya para petugas kesehatan.

Tulisan ini akan mengemukakan alasan medis yang dapat diterima dalam pemberian susu formula untuk bayi baru lahir yaitu tentang beberapa situasi khusus dimana ASI memang tidak boleh diberikan untuk bayi. Sehingga susu formula diperlukan untuk sementara waktu atau pemberian susu formula sebagai tambahan dari ASI. Kami tekankan bahwa setiap keputusan pemberian susu formula terutama pada bayi hingga berusia 6 bulan, perlu dipertimbangkan keuntungan dan kerugiannya yang mungkin timbul di kemudian hari.

Kondisi yang memungkinkan untuk pemberian susu formula pada bayi baru lahir tergantung pada beberapa kondisi yaitu kondisi sang bayi dan kondisi sang bayi. Kondisi-kondisi tersebut akan dibahas di bawah ini.

Pemberian Susu Formula pada Bayi dengan Kelainan dan Kontra Indikasi terhadap ASI

Beberapa jenis kelainan metabolik / genetik bayi, tubuh tidak mempunyai enzim tertentu yang berfungsi untuk mencerna salah satu komponen dalam susu baik susu manusia maupun hewan sehingga bayi tidak boleh diberikan ASI atau susu hewan. Dengan demikian, bayi tersebut memerlukan formula khusus yang disesuaikan dengan kebutuhannya serta memerlukan penanganan komprehensif antara dokter anak, ahli penyakit endokrin, metabolik, dan gizi. Oleh sebab itu, di beberapa negara maju melakukan uji penapisan setelah bayi lahir untuk mengetahui jenis kelainan metabolik pada bayi.

Berikut ini adalah contoh kelainan metabolik yang bisa diderita bayi yang baru lahir:
  1. Penyakit Galaktosemia, penyakit ini dikarenakan tidak adanya enzim galactose - l -phosphate uridyltransferase yang diperlukan untuk mencerna galaktosa sebagai hasil penguraian dari laktosa. Jika masih ringan, penyakit ini menyebabkan gagal tumbuh dan membesarnya organ hati dan limpa ( hepato – splenomegali) sedangkan jika sudah parah maka bisa berakibat fatal. Karena kandungan laktosa pada ASI tinggi, maka bayi harus disapih dengan diberi susu tanpa laktosa. Penderita penyakit ini harus diet makanan tanpa galaktosa sepanjang hidupnya.
  2. Penyakit Maple Syrup Urine Disease, penyakit ini membuat tubuh tidak dapat mencerna jenis protein leusin, isoleusin dan valine. Sehingga bayi tidak boleh mengonsumsi ASI atau susu bayi biasa dan memerlukan susu dengan formula khusus tanpa leusin, isoleusin dan valine.
  3. Penyakit Fenilketonuria, penyakit ini disebabkan karena tubuh bayi tidak bisa mencerna fenilalanin sehingga bayi memerlukan susu formula khusus tanpa fenilalanin. Disamping pemberian susu khusus dianjurkan untuk diberikan secara berselang-seling dengan ASI karena kadar fenilalanin ASI rendah dan agar manfaat lainnya tetap diperoleh asalkan disertai pemantauan ketat kadar fenilalanin dalam darah.

Pemberian Susu Formula pada Bayi Kurang Bulan (BKB) / Prematur

Sebagai informasi, bayi kurang bulan (prematur) memerlukan kalori, lemak dan protein lebih banyak daripada bayi cukup bulan (normal) agar dapat menyamai pertumbuhannya dalam kandungan. Kandungan kalori, protein dan lemak pada ASI bayi prematur lebih tinggi dari ASI bayi matur. Yang menjadi masalah adalah, ASI prematur bisa berubah menjadi ASI matur setelah 3-4 minggu. Dengan demikian, untuk BKB kurang dari 34 minggu, maka setelah 3 minggu kebutuhan tidak terpenuhi lagi.

Selain itu, volume lambung BKB berukuran kecil dan motilitas saluran cerna lambat sehingga asupan ASI tidak optimal. Untuk merangsang dan meningkatkan produksi ASI, maka diperlukan isapan yang baik dan pengosongan payudara. Bayi prematur kurang kuat dalam refleks mengisap atau bahkan belum bisa mengisap, sehingga produksi ASI sangat tergantung pada kesanggupan ibu memerah. Hasil penelitian dari Lucas dan Schanler telah membuktikan bahwa manfaat ASI pada bayi prematur akan mengurangi hari rawat, menurunkan insidensi enterokolitis nekrotikans (EKN) dan menurunkan kejadian sepsis lanjut. Hasil ini sangat penting untuk perawatan BKB kecil di Indonesia. Sehingga perlu diusahakan memberi kolostrum (perah) terutama pada perawatan bayi di hari-hari pertama setelah bayi lahir.

Ketika ASI prematur berubah menjadi ASI matur, maka dianjurkan penambahan penguat ASI yang disebut dengan HMF (human milk fortifier). Akan tetapi saat ini belum tersedia secara meluas di Indonesia. Penguat ASI adalah suatu produk komersial berisi karbohidrat, protein dan mineral yang sangat dibutuhkan oleh bayi prematur. HMF dengan protein yang berasal dari susu sapi biasanya dicampurkan dalam air susu ibu bayi secara langsung. Bila tidak tersedia penguat ASI, maka pemberian susu prematur dapat dibenarkan terutama untuk bayi prematur yang lahir dengan usia kehamilan kurang dari 32 minggu atau berat lahir kurang dari 1500 gram.

Akan tetapi, jika terdapat alergi terhadap susu sapi sebaiknya susu formula yang diberikan adalah susu formula yang telah dihidrolisis sempurna. Jika bayi sudah stabil, susu prematur dapat diberikan dengan Alat Bantu Laktasi (Lact Aid / Suplementer) untuk melatih bayi belajar mengisap. Dengan demikian, pemberian susu formula untuk bayi baru lahir tidak bisa sembarangan dan asal beri.

Masalah : Pemberian Susu Formula untuk Bayi Cukup Bulan (BCB)

Sebagian besar ibu memberi tambahan susu formula pada bayinya yang cukup bulan dan sehat karena merasa ASI-nya belum keluar atau kurang. Hal tersebut tidak sepenuhnya salah, tapi juga tidak sepenuhnya benar. Yang menjadi masalah adalah kurangnya informasi bahwa memberi susu formula terutama pada hari-hari awal kelahiran akan mengganggu produksi ASI, bonding, dan bisa jadi akan menghambat suksesnya menyusui di kemudian hari.

Kenyataannya, bayi yang diberi formula akan merasa kenyang dan cenderung malas untuk menyusu pada ibu sehingga pengosongan payudara menjadi tidak normal. Akibatnya, payudara membengkak sehingga ibu kesakitan dan akhirnya produksi ASI benar-benar berkurang. Selain itu, masalah medis lain yang mungkin timbul adalah perubahan flora usus, terpapar antigen dan kemungkinan meningkatnya sensitivitas bayi terhadap susu formula (alergi) sehingga bayi kurang mendapat perlindungan kekebalan dari kolostrum yang keluar justru di hari-hari pertama kelahiran. Padahal, ASI merupakan sumber imun terbaik untuk bayi.

Jika ibu melahirkan di fasilitas kesehatan, bisa jadi peraturan rumah bersalin / rumah sakit serta sikap dan dukungan petugas kesehatan sangat mempengaruhi terhadap keberhasilan ibu  menyusui di kemudian hari. Apabila secara rutin diberikan informasi dan motivasi kepada ibu saat hamil, diberi kesempatan untuk inisiasi menyusu dini, kemudian didukung dan dibantu mempraktekkan teknik menyusui yang benar selama ibu dirawat, kemungkinan ibu akan berhasil menyusui eksklusif sehingga tambahan pengganti ASI tidak diperlukan.

Berikut ini adalah beberapa pertimbangan jika Anda berniat memberi tambahan susu formula pada BCB disamping ASI:
  1. Bayi berisiko hipoglikemia dengan gula darah yang tidak meningkat meskipun telah disusui dengan baik tanpa jadwal atau diberi tambahan ASI perah. Risiko hipoglikemi dapat terjadi pada bayi kecil selama masa kehamilan, pasca stress iskemik intrapartum, dan bayi dari ibu dengan diabetes mellitus terutama yang tidak terkontrol. Beberapa perlakuan yang dianjurkan yaitu segera setelah lahir bayi disusui tanpa jadwal, dan jaga kontak kulit dengan ibu agar tidak hipotermi (untuk mengatasi hipotermi bayi memerlukan banyak energi). Gula darah plasma hanya diukur bila ada risiko atau ada gejala hipoglikemia dan sebaiknya diukur sebelum minum / umur bayi 4-6 jam. Ibu dibenarkan memberi suplemen ASI perah atau susu formula bila gula darah < 2.6 mmol (40 mg/dl) dan diulang 1 jam setelah minum ASI. mencukupi, penambahan susu formula dikurangi dan akhirnya dihentikan. Bila gula darah tetap tidak meningkat ikuti tata laksana penanganan hipoglikemi sesuai panduan rumah sakit.
  2. Jika bayi secara klinis menunjukkan gejala dehidrasi (turgor/ tonus kurang, frekuensi urin < 4x setelah hari ke-2, buang air besar lambat keluar atau masih berupa mekonium setelah umur bayi > 5 hari).
  3. Jika berat bayi turun 8 – 10% terutama bila laktogenesis pada ibu lambat.
  4. Terjadi hiperbilirubinemia pada hari-hari pertama, bila diduga produksi ASI belum banyak atau bayi belum bisa menyusu efektif. Kuning karena ASI (breastmilk jaundice), bila bilirubin melebihi 20 – 25 mg/dL pada bayi sehat. Anjuran untuk membantu diagnosis dengan menghentikan ASI 1-2 hari sambil sementara diberi susu formula. Bila bilirubin terbukti menurun, ASI dimulai kembali.
  5. Lain-lain: bayi terpisah dari ibu, bayi dengan kelainan kongenital yang sukar menyusu langsung (sumbing, kelainan genetik). Dapat kita simpulkan, bahwa pada kasus-kasus di atas suplemen susu formula hanya diberikan sampai masalah teratasi sambil bayi terus disusui. Setelah itu ibu dan bayinya harus dibantu dan didukung agar bayi tetap mendapat ASI eksklusif.

Sebagai catatan tambahan, pengganti ASI diberikan memakai sendok, cangkir ataupun selang orogastrik. Sementara itu ibu dianjurkan sering-sering menyusui dan memerah payudara (4-5x sehari). Pemeriksaan kadar gula darah jam-jam pertama kelahiran tidak diperlukan pada bayi cukup bulan yang sehat. Demikian beberapa kondisi bayi yang memungkinkan dalam pemberian susu dengan formula khusus.

Pemberian Susu Formula dengan Alasan Kesehatan Ibu

Beberapa jenis penyakit membuat ibu tidak boleh menyusu anaknya, terutama penyakit menular dan berbahaya. Beberapa contoh penyakit tersebut adalah:
  1. Virus HIV juga ditularkan melalui ASI. Rekomendasi dari WHO (November 2009) untuk ibu yang positif HIV yaitu tidak menyusui sama sekali bila -- pengadaan susu formula dapat diterima, mungkin dilaksanakan, terbeli, berkesinambungan dan aman (AFASS acceptable, feasible, affordable, sustainable dan safe). Bila ibu dan bayi dapat diberikan obat-obat ARV (Anti Retroviral) dianjurkan menyusui eksklusif sampai bayi berumur 6 bulan dan dilanjutkan menyusui sampai umur bayi 1 tahun bersama dengan tambahan makanan pendamping ASI yang aman. Bila ibu dan bayi tidak mendapat ARV, rekomendasi WHO tahun 1996 berlaku yaitu ASI eksklusif yang harus diperah dan dihangatkan sampai usia bayi 6 bulan dilanjutkan dengan susu formula dan makanan pendamping ASI yang aman.
  2. Ibu penderita HTLV (Human T-lymphotropic Virus) tipe 1 dan 2 Virus ini juga menular melalui ASI. Virus tersebut dihubungkan dengan beberapa keganasan dan gangguan neurologis setelah bayi dewasa. Bila ibu terbukti positif, dan syarat AFASS dipenuhi, tidak dianjurkan memberi ASI.
  3. Ibu penderita CMV (citomegalovirus) yang melahirkan bayi prematur juga tidak dapat memberikan ASInya.

Pemberian Susu Formula Selama Ibu Menjalani Perawatan Kesehatan

Ibu yang menjalani perawatan kesehatan perlu dijelaskan bahwa penghentian menyusui hanya sementara. Ibu dapat melanjutkan menyusui bayinya kembali sesuai dengan perkembangan kesehatannya. Selain itu, petugas kesehatan harus dapat memberi informasi cara mempertahankan produksi ASI dan bila perlu rujuklah pada konsultan atau klinik laktasi. Beberapa kondisi tersebut diantaranya:
  1. Pengobatan ibu: psikoterapi jenis penenang, anti epilepsi
  2. Virus herpes simplex type 1 (HSV-1): kontak langsung mulut bayi dengan luka di dada ibu harus dihindari sampai pengobatannya tuntas
  3. Ibu sakit berat sehingga tidak bisa merawat bayinya misalnya psikosis, sepsis, atau eklamsi. Opioid dan kombinasinya mungkin memberi efek samping seperti mengantuk atau depresi pernafasan sehingga lebih baik dihindari bila ada alternatif yang lebih aman. Kemoterapi sitotoksik mensyaratkan seorang ibu untuk berhenti menyusui selama terapi. Bila ibu memerlukan pemeriksaan dengan zat radioaktif maka pemberian ASI pada bayi dihentikan selama 5 kali masa paruh zat tersebut. Selama ibu tidak memberikan ASI, ASI tetap diperah dan dibuang untuk mempertahankan produksi ASI-nya.

Pemberian Susu Formula karena Beberapa Pertimbangan Kondisi Ibu

Berikut ini beberapa pertimbangan pemberian susu formula pada beberapa kondisi kesehatan ibu yang lain:
  1. Ibu yang merokok, peminum alkohol, pengguna ekstasi, amfetamin dan kokain dapat dipertimbangkan untuk diberi susu formula, kecuali ibu menghentikan kebiasaannya selama menyusui.
  2. Beberapa situasi lain dimana dibenarkan untuk memberi susu formula : Laktogenesis memang terganggu, misalnya karena ada sisa plasenta (hormon prolaktin terhambat), sindrom Sheehan (perdarahan pasca melahirkan hebat dengan komplikasi nekrosis hipothalamus). Insufisiensi kelenjar mammae primer: dicurigai bila payudara tidak membesar tiap menstruasi / ketika hamil dan produksi ASI memang minimal. Pasca operasi payudara yang merusak kelenjar atau saluran ASI. Serta rasa sakit yang hebat ketika menyusui yang tidak teratasi oleh intervensi seperti perbaikan pelekatan, kompres hangat maupun obat.

Berdasarkan ulasan di atas, maka kita bisa memberikan sedikit kesimpulan bahwa bayi cukup bulan yang sehat tidak memerlukan tambahan susu formula, kecuali pada situasi khusus. Perlu diingat bahwa pemberian susu formula untuk bayi baru lahir memiliki tujuan untuk memberi nutrisi sementara pada bayi selama masalah belum selesai, bukan sebagai sumber nutrisi utama. Dengan demikian, mindset tentang pemberian susu formula pada bayi bukan serta-merta masalah tren dan masalah status, tapi masalah kesehatan dan masa depan bayi. Jika ibu dan bayi tidak memiliki kendala kesehatan, maka akan sangat bijak jika orang tua memberikan nutrisi yang terbaik untuk bayi, yaitu nutrisi dari ASI. Terima kasih sudah berkunjung, salam untuk keluarga dan semoga putra-putri Anda menjadi orang yang berguna dan membanggakan orang tua.  :)

0 komentar:

Posting Komentar